04 October 2009

Ada Apa Dengan Negeriku?


Bencana tak sempat mengikrarkan janji pada manusia. Ia datang secara tiba-tiba tanpa memahami kondisi kita. Ia tak perlu menunggu kesiapan manusia. Ia akan datang tepat waktu atas perintah sang khalik, sang pemilik kerajaan.

Jika ditelusuri bencana di negri ini datang silih berganti tanpa henti. Tsunami 2004 di Aceh dalam waktu beberap menit mampu menelan korban sekitar 170.000 jiwa, disusul gempa yogyakarta pada tahun 2006 dengan jumlah korban meninggal 3.700 dan ditasikmalaya 2 september lalu gempa itu kembali terulang, hanya berselang 28 hari, tepatnya 30 september 2009 sekitar pukul 5 sore, gempa yang telah ditetapkan Allah dalam lauh mahfudz juga menggetarkan Sumatra barat dan jambi.

Getaran dengan 7,6 Skala rihcter meruntuhkan sebagian besar bangunan kokoh dan ribuan manusia harus tunduk pada suratan takdir, Hidupmu hanya sampai hari ini. Mudah bagi Allah untuk merubah semuanya dalam hitungan detik

Ada apa dengan negriku?


Ada apa ini? apakah ini sudah menjadi siklus alam Yang memang akan terjadi? Atau ini adzab dan peringatan dari Allah akibat semua kedzoliman yang kita lakukan? Mungkinkah tsunami 2004 tak cukup menyadarkan kita. Ataukah gempa di yogya 3 tahun silam kurang menggungah kesadaran kita untuk kembali kepadanya. Atau jangan-jangan gempa tasikmalaya hanya kita anggap sentilan sesaat setelah itu kitapun kembali kepada kedoliman, tertawa dengan kesenangan yang kita miliki, dan kematian kita anggap sesuatu yang masih sangat jauh?

Ada apa dengan negriku? Kita mungkin sangat sedih dan miris melihat kondisi korban di tanah andalus. Bagaimana mereka harus bertahan hidup dalam himpitan beton yang roboh, hidup dengan berpuluh-puluh bangkai manusia. Gelap. Pada waktu itu mungkin untuk pertama kalinya bagi korban, oksigen sangat mahal. Padahal setiap harinya mereka dengan bebas menghirup gas tersebut. Gratis, tanpa bayaran. Yah…kita pun yang tak berada dalam kondisi tersebut turut merasakan kesedihan, perih dan ngeri yang mendalam. Tragedi ini mungkin menyadarkan kita akan kekuasaan Allah dan serasa ingin kembali kejalannya, rasa syukur begitu dalam kita panjatkan kepada_Nya karena bencana ini bukan ditujukan kepada kita. Namun, bagaimana jika bencana ini telah usai? Semua kembali seperti sedia kala. Masih adakah perasaan itu mengalir dalam benak kita ? atau yang menghiasi diri kita hanya pertobatan sementara. Setelah itu byuuurrrrr……..semua manusia sibuk dengan urusan dunianya. Tragedi tsunami, gempa yogya, tasikmalaya dan gempa di ranah minang tinggal sejarah yang tak berbekas.

Heiiii…siapa yang ingin kau hujat atas tragedi ini. Alam? … Tuhan ?... atau dirimu sendiri? Alam. Alam ini tunduk pada yang empunya. Tuhan? Berarti kau sedang menghujat Allah, tak pantas kawan. Lihat dirimu Kau berdiri di mana dan karena siapa? Ini bumi Allah, hak Allah untuk melakukan apa saja karena ini miliknya. Apakah ia ingin membersihkan buminya? Atau Allah ingin menggantikan kita dengan orang yang lebih baik, karena mungkin kita tak becus dan tak pantas lagi untuk berdiri di sini.

Yang bertanggung jawab akan tragedi ini ialah diri kita sendiri, sudah sejauh mana kita melaksanakan kewajiban sebagai khalifah di muka bumi ini. Mudah-mudahan bencana di tanah Minang betul-betul menyadarkan kita untuk kembali ke jalannya dan senantiasa mengingat kematian.

0 comments: