04 October 2009

Sekolah Untuk Ummat




(Episode IV Ujian sarjana)

Saat matahari sudah enggan menampakkan diri, malam mulai berani menyeruakkan gelapnya. Hari ini saya ingin malam lebih panjang, entah kenapa saya masih belum berani menatap matahari esok pagi. Mungkinkah karena esok saya harus berhadapan dengan 5 manusia luar biasa?

3 agustus 2009
Hari ini ducan (duduk cantik:_tempat nongkrong di jurusan saya, berseblahan dengan ruang ujian) ramai, ada sekitar 5 orang mahasiswa seangkatan saya yang akan ujian sarjana ditambah teman-teman seangkatan lainnya yang memadati tempat tersebut. Sekitar pukul sembilan, Asma teman saya dipanggil untuk memasuki ruang ujian, satu jam kemudian ia keluar dengan raut wajah yang tak jelas, senang, sedih, tidak puas, ahhh pokoknya campur aduk. Namun kami teman-temannya langsung menyalami dan memberikan ucapan selamat karena ia telah memperoleh gelar sarjana.

“selanjutnya” panitia ujian memanggil nama saya, yah kali ini giliran saya, grogi! Pikiran saya waktu itu seperti benang kusut, antara senang karena sebentar lagi akan menyelesaikan S1 dan takut kalau-kalau pertanyaannya sulit.


Dengan ucapan basmalah saya memasuki ruangan dengan menenteng tas toyota merah yang super gede’, isinya laptop, enam buah skiripsi dan beberapa berkas ujian. Ketika melihat semua dosen penguji, DEG! Jantung saya mulai ngak karuan. Saya mencoba untuk tenang dan selalu berfikir, “saya pasti bisa, insya Allah”.

Ujian sarjana bagi saya adalah ujian yang paling menegangkan. Pertanyaan demi pertanyaan, beruntun, singkat namun butuh penalaran yang tajam senantiasa dilontarkan para dosen untuk menguji saya. Betul-betul di luar dugaan. Tetapi alhamdulilah saya bisa membuktikan bahwa saya bisa, dan saya memperoleh nilai yang saya harapkan. Yang membuat saya kaget dan sedikit tidak percaya, salah satu dosen penguji saya yang terkenal jaga wibawa, jarang memuji, dan paling banyak di segani oleh mahasiswa justru melontarkan pujian.

Setelah saya menjawab semua pertanyaan penguji, panitia ujian mempersilahkan saya keluar. Di luar ruangan teman-teman seangkatan mulai mendekat dan memberikan ucapan selamat, “selamat yah, selamat”. Masya Allah, Andaikan orang tua saya berada ditempat itu, maka merekalah sepantasnya yang mendapatkan ucapan “selamat”. Selamat, mereka berhasil membawa saya menyelesaikan studi sampai perguruan tinggi, meskipun dibanyak kesempatan saya biasa bolos kuliah karena mengikuti sebuah musyawarah (ketahuan….) walaupun demikian, saya masih bisa menyelesaikan studi selama 3 tahun 10 bulan dengan nilai yang sangat memuaskan.

Wahai orang-orang yang beriman jika kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu dan mengukuhkan kedudukanmu” (Muhammad:7)


Selesai. Untuk saat ini Nggak ada kuliah lagi, Nggak ada tugas lagi, Nggak ada begadang lagi, dan nggak ada isi KRS lagi. It’s time for ummat, yah…ilmu saya harus di amalkan untuk ummat. Karena saya sekolah untuk ummat.


Sebelum saya, ada begitu banyak kaum muslimin yang memperoleh gelar S1, S2 dan seterusnya. Namun kita pasti setuju, gelar-gelar itu ngak penting, yang penting adalah bagaimana kita mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk kemaslahatan dan kebangkitan umat islam. Mudah-mudahan beberapa tahun yang akan datang semua bidang keilmuan kembali dikuasai oleh kaum muslimin dan kita bisa menjadi rijal yang itqon. Mari luruskan niat, sekolah untuk ummat. Goes to leader generation.

-Terima kasih untuk ukhti MN yang telah mengajarkan saya arti sekolah yang sesungguhnya. Uhibbukifillah-

0 comments: