30 August 2010

Saya dan Sandal Jepit


Malam menyambut kedatangan saya dijakarta, dari bandara menuju rumah kerabat, saya melewati jalan tol, kampus trisakti, tarumanegara, dan beberapa bangunan terkenal lainnya. memang jakarta lebih tenang dan ramah pada malam hari, tak ada macet tak ada kebisingsan.

Esoknya, saya dan 2 kerabat lainnya menuju ke pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa keperluan. Perjalanan kami cukup lama dan melelahkan karena harus beberapa kali sambung menyambung antara satu kopaja ke kopaja lainnya, ditambah kami harus berdiri jika tak dapat tempat duduk. Beberapa jam berjalan mengelilingi pusat perbelanjaan saya masih santai dan nyaman, namun pada jam ke tiga dan berikutnya kaki saya sudah pegal. Rupanya sepatu saya ini sudah tidak nyaman jika di ajak jalan terlalu lama. Saat ada di depan penjual sandal saya tidak berfikir lama, “bu’ sandalnya berapa?”. “15.000 mbak”. Tanpa menawar saya ambil saja sandal itu.

Saatnya kaki saya merdeka. Nyaman, memakainya seperti tidak ada beban. Wah asyik juga, berjalan-jalan keliling mall pakai sandal jepit 15.000 an, merk converse (palsu tapinya hehehe). Salah satu kerabat saya nyeletuk, “Gile aja luh, jilbab udah oke, rok dan baju
pas, tasnya top abis, eh eh liat ke bawah make’ sandal jepit gituan, hahaha”. EGP!


Senang sekali bisa menggunakan sandal jepit kemana-mana, ringan, nyaman, perjalanan jadi menyenangkan (kayak travel aja…!) exited. Teringat di Makassar, saya sangat jarang menggunakan sandal jepit keluar rumah, mungkin karena saya selalu menggunakan kendaraan pribadi jadi jalan kakinya tidak terlalu banyak, tidak terasa uncomfortable nya. Tapi di jakarta, kemana-mana naik angkot, sekali-kali berjalan kaki, kecuali jika saya pergi bersama ibu saya biasanya saudara sepupu saya yang mengantar sampai tujuan.

Sampai di bogor, sandal jepit tersebut masih menemani saya kemana-mana. Tidak peduli, mau belanja ke warung, ke pusat perbelanjaan, ke terminal, ke kampus (kecuali saat kuliah dan ke perpustakaan) sandal jepit masih jadi andalan. Karena seringnya di gunakan, baru beberapa hari sandal tersebut sudah kelihatan berumur 1 tahun. Beberapa mata kadang melirik ke arah sandal jepit saya, tapi sekali lagi EGP, cuek aja!

Kosan saya dengan kampus memang sangat dekat, tapi cukup jauh dari perpustakaan dan rektorat, bisa dibayangkan saudara-saudara jika saya menggunakan sepatu tiap hari, kaki saya bisa lecet! Yang paling disayangkan adalah tidak ada angkot yang masuk kampus seperti di unhas, yang ada hanya becak itupun tidak boleh keluar dari lingkungan kampus. Mau naik ojek karena becek? “ hallooo, mending gue jalan ampe sandal jepit gue mampus dari pada naik ojek”.

Ada pengalaman lucu dan memalukan dengan sandal jepit saya. Ahahahaha (ketawa dulu ahhhh). Ba’da maghrib sesudah berbuka puasa, saya ke rumah ibu kos. Rupa-rupanya beliau sedang teraweh di masjid, beberapa menit saya berbincang-bincang dengan anaknya yang saya panggil teteh. Setelah itu saya langsung melanjutkan perjalan ke rumah kos adik-adik yang berasal dari makassar, kebetulan kosannya tidak terlalu jauh.

Sesampainya disana, saya makan malam bersama mereka (niatnya Cuma ingin mengembalikan charge tapi diajak makan, yah Alhamdulillah malam ini bisa makan gratis hehe). Pada saat saya mau pulang, saya mulai memakai sandal jepit, tapi yang kiri mana yah? Sepertinya tidak ada. Adik-adik sudah mulai heboh mencari-cari sandal jepit yang satunya. Heran, kok gak ada? Tidak ada jejak. “kak, jangan-jangan di bawa lari ama kucing” (kok bisa, walaupun gak pernah di cuci sandal saya gak bau-bau amat kok, masih harum seharum kaki saya) “kak, pake sandal jepit saya aja duluh, besok ku cariin”. Mau tidak mau saya harus pulang karena jalan sudah mulai sunyi, untung saya bawa senter.

Saya tidak terlalu nyaman menggunakan sandal jepit adik tersebut, walaupun modelnya lebih bagus dan kelihatannya jauh lebih mahal daripada sandal saya. Sebelum masuk ke kosan, saya berniat untuk sekali lagi singgah ke rumah ibu kos. Beberapa menit saya berbincang-bincang saya lalu pamit pulang. Belum juga melangkah ke pintu pagar, saya terheran-heran dan berbicara dalam hati, “Loh, aneh! kok ada sandal yang mirip sandal saya disini. Mirip sekali, tapi kok yang ada Cuma sebelah kiri. Masa’ sih ada sandal jepit yang sama persis”. Letak sandal jepit hitam tersebut bersebelahan dengan sandal jepit kartun berwarna putih, kontras. Jangan-jangan, jangan-jangan saya tadi salah pake sandal? Ternyata, tadi waktu pertama kali keluar dari rumah ibu kos saya salah pakai sandal, sebelahnya warna hitam sebelahnya warna putih. Malu! Baru kali ini saya melihat ibu kos saya tertawa terbahak-bahak sampai tak bisa mengendalikan diri. Ckckckckck,,,Malu aku malu pada semut merah yang berbaris di dinding, eits kok jadi nyanyi yah….

Sandal jepit baru yang tua sebelum waktunya, sandal yang favorit, yang membuat saya nyaman kemana-mana, yang mengajarkan saya bahwa model gak penting yang penting kenyamanan. Sangat senang rasanya menjadi apa adanya. Seperti sandal jepit saya, yang biasa-biasa saja.

3 comments:

Anonymous said...

Ada teman masyitah yg suka pake sandal jepit ^_^

Anonymous said...

Wkwkwkwk.....kak fit, numpang ketawa dulu nach..lucu sih insidennya!

Wah..kuangen berat nih, secara saya ndag ngantar kepergian kak fit ke pulau seberang coz "bersemedi" di desa terpencil buat KKN, mana sinyal susah, ndag ada internet, macet (eh, ndag ding!)

saya tunggu kiprahnya kembali kak, kita satu tim lagi yah saat kembali. eitsss...janlup kiprahnya juga di pulau seberang harus ada gaungnya! woke...Keep spirit!

salam Perjuangan dari tanah pejuang "Sultan Hasanuddin"..

Wassalam...

Fitri Salsabilah (Vee) said...

@ Rezki :
insya Allah... tapi diriku mau pindah ke PSDM de'. soalnya itu keinginan ku dari dulu, tapi kan tetap nyambungji nanti dengn US.

WOKE?

hmmm, disini perjuangan kami seru juga loh. walopun personilnya dikiiiiiiiiit banget.

doakan yah..