04 July 2011

Gaya Kompetisi ala Orang-Orang Terpilih


"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS. Al Baqarah:148).

Hidup adalah fungsi dari waktu. Ia terus saja berjalan, tidak ada delay. Maka tataplah jam yang melekat di dinding mu, adakah ia menunggu?

Ini sebuah kisah tentang seorang lelaki syurga yang tak mau menunggu, ia menjadi yang terdepan dalam kebaikan. Dalam suatu kesempatan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memaparkan profil penghuni syurga tanpa adzab dan hisab mulai dari para Nabi hingga Nabi Muhammad. Para sahabat sudah mulai kasak-kusuk, menduga-duga, gusar, bagaimanakah gerangan rupa istimewa tersebut? Nabi membaca kegusaran para sahabatnya dan bertanya “Apa yang kalian bicarakan?”,

Maka setelah mereka memberitahukan, Sang Nabi pun bersabda tentang penghuni syurga tersebut, “Mereka adalah orang-orang yang tidak melakukan ruqyah, tidak meramal yang buruk-buruk dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal”

Tiba-tiba saja, seorang lelaki bangkit dan berkata “Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka”(Rasulullah hanya diam). Setelah itu, ada lagi lelaki lain yang bangkit, untuk kali kedua dengan permintaan yang sama, “Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka”, Rasulullah berkata, “Engkau sudah di dahului Ukasyah”.

Yah, pemuda yang pertama kali bangkit adalah Ukasyah bin Mihsan. Ukasyah tidak perlu menunggu untuk menjadi yang kedua. Karena keberaniannya pada kesempatan yang pertama, permohonannya di ‘amini’ oleh Rasulullah. Seperti api yang menyala-nyala, seperti itulah semangat ukasyah yang hadir di awal, bukan di akhir. Inilah sahabat Rasulullah, mereka memiliki satu gaya hidup yang sudah lama kita tinggalkan, yaitu fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan.

“Mereka itu bergegas segera dalam meraih kebaikan, Dan merekalah orang-orang yang terdahulu memperolehnya”. (Al. Mu’minun : 61)

Ketika turun ayat tentang hijab, tanpa membuang tempo, para shahabiyah langsung mengambil kain-kain mereka dan melilitkan ke seluruh tubuhnya. Para shahabiyah yang berada di pasar-pasar lantas tidak langsung pulang ke rumah. Mereka memilih untuk bersembunyi di balik batu-batu besar, menunggu malam yang sepi barulah mereka pulang ke rumah.

Lagi-lagi Ini adalah bukti, bahwa sahabat Rasulullah adalah orang-orang yang selalu fastabiqul khairat, gaya hidup yang tak mau menunggu dan selalu berkompetisi dalam ketaatan.

Faktanya, kondisi kekinian dalam masyarakat kita berbeda, gaya kompetisi ini lebih di gandrungi dalam ranah keduniaan. Kitapun Berlomba-lomba dalam memperkaya diri, mempercantik rupa, menggagah-gagahkan sikap, mengejar jabatan, mencicil gelar demi gelar dan menumpuk atribut-atribut keduniaan lainnya.

"Bukanlah kefaqiran yang sangat aku khawatirkan terjadi pada kalian, tetapi aku sangat khawatir jika (kemewahan, kesenangan) dunia dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba-lomba untuk meraihnya seperti dimana yang pernah terjadi pada orang-orang sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka juga binasa karenanya.” (Bukhari dan Muslim)

Jikalaupun kita memperoleh dunia, maka jadikan ia sebagai titipan, berjalanlah sambil menunduk, indahkan titipan itu dengan keihklasan dan niat pengabdian kepada ummat.

Purwarupa orang-orang terpilih

Fatabiqul khairat adalah purwarupa orang-orang yang terpilih. Dalam surah Al-Fatir ayat 32, Allah menggambarkan purwarupa atau prototype manusia menjadi tiga jenis.

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara Hamba-hamba kami, Lalu diantara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar” (Fatir : 32)

Jenis Pertama adalah mereka yang zalim. Keburukan mereka lebih banyak daripada kebaikan yang mereka ukir. Mereka menghabiskan usia pada perkara-perkara yang Allah tidak ridhoi.

Jenis yang kedua adalah mereka yang pertengahan. Dalam artian, disatu waktu mereka melakukan keburukan tetapi di waktu lain merekapun melakukan kebaikan. Merekalah orang yang ibadahnya jalan, keburukannya pun jalan.

Dan jenis yang ketiga adalah mereka yang selalu membangun gaya hidup fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam ketaatan. Inilah karakteristik dari Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Karena gaya hidup inilah inilah para sahabat Nabi pantas dikatakan “khairu ummah” atau generasi yang terbaik. Mereka tidak pernah melewatkan momentum untuk menjalankan ketaatan kepada Allah. Tak rela melepaskan kesempatan untuk mengisi setiap desahan nafas dalam ketaatan kepada Allah. Mereka selalu memaksimalkan setiap pintu kebaikan yang Allah bukakan.

Sejenak Menengok purwarupa di atas, adakah kita menjadi manusia jenis ketiga? Jawabannya tentu kembali kepada laku kita masing-masing.

Saatnya kita merenung, alangkah berbedanya ghirah/semangat beribadah para sahabat dengan kebanyakan dari kita sekarang. Seringkali kita tidak memiliki semangat untuk ber-fastabiqul khairat-. Kita seolah merasa cukup dan baik-baik saja berada di luar arena, menjadi penonton atau bahkan komentator, pengeritik perlombaan kebaikan yang dilakukan oleh orang lain. Ketika orang lain mengenakan hijab secara sempurna, kita sering mengomentari mereka “terlalu ekstrim” dan sebagainya.

Ataupun di saat yang lain bersedekah, kita berfikir mereka mungkin mencari muka atau ingin dibilang pemurah. Ketika saudara kita menahan perkataan untuk mengamalkan sebuah hadits, kita lantas menyimpulkan bahwa mereka adalah orang-orang sombong yang pelit perkataan. Dan, di saat yang lain memanjangkan sujudnya, terbersit di hati, mereka hanya ingin dikatakan khusyu’ saja.

Terkadang kita memposisikan diri sebagai komentator dan kritikus tanpa terlibat dalam perlombaan meraih ridho Allah. Sebuah peran yang teramat melelahkan, membuang-buang waktu. Adalah sebuah musibah jika kita kehilangan kesempatan dalam ketaatan kepada Allah, lantas kita tenang-tenang saja

Tak inginkankah kita membersamai ukasyah disyurga?
Maka Jangan hanya jadi penonton, mari kita berkompetisi ala orang-orang terpilih.

Wallahu a’lam

.Semoga Bermanfaat.
Bogor, Juli ‘11 [Fitri]
_______
*menuju liburan yg bermanfaat dan produktif.

Source of Picture : weheartit.com
*Tulisan saya ini pernah dimuat di situs eramuslim dengan judul Fastabiqul khairat budaya yang tertinggal atau ditinggalkan?

0 comments: