02 March 2008

Cerita kematian sang penyeru dakwah

Amad dan Dhiya’ keduanya adalah pegawai yang bertugas memandikan jenazah di Rumah Sakit Angkatan Bersenjata Riyadh. Sepengetahuan saya keduanya termasuk orang-orang yang bisa dipercaya. Pada suatu hari mereka mengisahkan satu kejadian kepada saya.
Hamad bertutur,”Seorang lelaki berusia tujuh puluh tahun telah meninggal, saat itu bagian pemandi jenazah kehabisan bahan wewangian termasuk daun bidara –Sidr-, bahkan kapur barus pun kami tidak punya. Kami bertanya kepada anak-anak orang yang meninggal tersebut jika mereka mempunyai parfum? Mereka menjawab, “Tidak ada, kami bukan orang Riyadh,”
Kami memulai memandikan jenazah tersebut seadanya, tiba-tiba berhembus semerbak aroma wangi bagaikan wangi cendana –‘Uud- sesat setelah jenazah tersebut menyentuh air


Saya segera memanggil saudara Dhiya’ untuk cepat datang. Ketika memasuki ruangan ia bertanya dengan terheran-heran, “Aroma apa ini?” melihat Dhiya’ masuk, saya memanggilnya untuk membantu saya, meski pertanyaannya belum terjawab. Setelah saya jelaskan kepadanya tentang apa yang sedang terjadi, ia takjub dan merasa senang terhadap kejadian tersebut.

Kemudian Dhiya’ memanggil salah seorang dari anak orang yang meninggal tersebut untuk masuk. Ketika masuk ke dalam ruang shalat jenazah, sang putra ini merasa yakjub atas aroma wangi yang ajaib ini.
Saya –Hamad- bertanya kepada putra orang ini, “Apakah anda telah memberi suatu wewangian kepada ayahmu sebelum meninggal/” ia menjawab, “Tidak, ia telah menjalani perawatan di ruang pemulihan selama dua minggu dan berada di dalam lemari jenazah lebih dari dua puluh empat kam.”

Aroma wangi semerbak keluar dari jasad orang tersebut memenuhi ruangan selama kami meneruskan tugas mengurus jenazah tersebut, begitu kami mengkafaninya, aroma wangi juga keluar dari kain kafan.
Setelah anaknya mengambil alih jenazahnya, saya bertanya kepada anaknya, “Bagaimana keadaan ayah kalian selama hidupnya? Ia menjawab, “Ayah kami adalah oramh yang selalu menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari yang munkardengan lemah lembut, dengan cinta kasih ia menerangkan kebaikan kepada manusia.”

~ saya sangat kagum kepada seseorang yang telah berumur enam puluh tahun, akan tetapi ia masih giat dalam menyeru kepada kebaikan dan mendecegah dari kemungkaran. Ketika saya katakan kepadanya betapa saya sangat mengaguminya dalam hal ini, ia berkata, “saudaraku aku mempunyai satu kisah.”

Saya bertanya, “kisah apakah itu?”
Ia berkata,….

“Sejak tiga puluh tahun yang lalu kami bertiga bersama teman-teman bekerja di perusahaan GT yang bergerak di bidang perminyakan di daerah Muhayidah, saat itu kami sangat meremehkan perkara shalat kecuali salah seorang dari kami, dialah orang yang paling rajin menjaga shalatnya.
Lima belas yang lalu teman yang paling rajin ini meninggal dunia –semoga Allah merahmatinya-, tujuh tahun kemudian aku melihatnya di dalam mimpi, aku bertanya kepadanya, “Apa yang kamu dapatkan?” ia menjawab “ternyata kesalahanku lebih banyak dari kebaikanku.”
Aku katakan, “Jadi kamu masuk neraka?”
Ia menjawab, “Tidak”
Aku bertanya, “bagaimana bisa? Padahal kesalahanmu lebih banyak dari kebaikanmu?”
Ia menjawab,”Apakah kamu masih ingat saat aku mendatangimu saat kamu dan si Fulan sedang bermain tenis meja, lalu aku mengajak kalian untuk menunaikan shalat, akan tetapi kalian tidak mau, kemudian aku mengambil meja tenis kalian lalu menggiring kalian ke mesjid, selanjutnya kita shalat berjamaah di sana?”
Aku jawab, “Ya aku ingat.”
Ia berkata, “Demi Allah, aku menemukan kejadian tersebut dalam catatan perbuatanku, dengan kejadian tersebut kebaikanku menjadi lebih berat –dalam timbangan- daripada kesalahanku sehingga aku dimasukkan ke dalam surga.”

Setelah kejadian itu aku mulai rajin menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, giat melakukannya demi mengharap rahmat Allah Ta’ala adar Dia berkenaan mempertemukan aku dan temanku tersebut di surga yang indah.”

Saudaraku, betapa banyak ucapan yang bisa menghantarkan seseorang ke dalam surga, dan disisi lain banyak ucapan yang dapat mengantarkan ke dalam neraka jahannam.
Saudaraku, apakah kita telah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran?.

Kenapa kita tidak mencontoh rasul kita Nabi Muhammad Shallallalu ‘Alaihi wa Sallam dengans egala kepahitan yang ia dapatkan dalam menyebarkan agama ini, kenapa kita tidak meniru para salafus sleh dalam melakukan amar makan’ruf nahi munkar?
Di manakah peran kita dalam melakukan kewajiban ini? Mereka telah menorbankan jiwanya untuk agama ini, menghabiskan masanya untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran?

(Kesaksian Seorang Dokter)

0 comments: