01 May 2009

Taman kecil, di depan rumah Rahmah


Sudah beberepa pekan saya selalu mencari tempat yang nyaman untuk menulis atau sekedar untuk membaca tulisan-tulisan saya dan para penulis lainnya. Mencoba di ruang tamu??? Gagal. Di ruang makan??? Gagal. tapi..tetap saja separah apapun kondisinya jika apa yang ada dikepala sudah ingin tumpah, yaahh tertumpah juga lewat tulisan.

Namun untuk hari ini berbeda. Saya sekarang berada di depan sebuah taman yang sangat sejuk dan tentu saja nyaman. Sebenarnya tempat ini sudah lama saya incar namun karena selalu saja ada halangan, barulah hari ini saya berada di Taman Kecil, depan rumah Rahmah.


Sambil membaca tulisan Jamil Azzaini, saya ditemani oleh 2 gadis kecil yang cantik seperti bunga kertas berwarna ungu yang ada di depan saya. Mereka menemani saya, mengajak ngobrol dan bertanya ini-itu. Waduh!!! Terbagilah pikiran saya antara tulisan inspirator tersebut dan 2 gadis kecil ini. Tapi saya senang!.

Berada di taman kecil ini, memanjakan mata dengan berbagai tanaman bunga, buah, dan rumput-rumput hijau sesekali ditemani hembusan angin yang menyejukkan membawa pikiran saya ke sebuah taman yang abadi. Tentu saja taman abadi itu sangat berbeda dengan taman kecil ini. Berada di tempat ini saja sangat nyaman apalagi di taman abadi.

Jika dari dulu saya mengincar taman kecil ini. Maka untuk taman abadi, ia bukan incaran saya melainkan cita-cita dan pilihan hidup saya. Yahh…pilihan hidup yang abadi untuk tinggal di taman abadi. Taman Firdaus, tentu saja bukan hanya tamannya yang menjad cita-cita tetapi firdaus itu sendiri.

Untuk berada di taman kecil depan rumah rahma, saya cukup melangkah dengan beberapa langkah. Tapi tidak untuk taman abadi. Saya harus mencapainya dengan langkah yang panjang dan cepat. Jika langkah saya lamban, maka pasti saya akan sulit berada di sana. Sehingga saya mencoba untuk berlari lebih cepat dari orang lain. Karena untuk saat ini bukan jamannya lagi saya berjalan. Biarlah mereka mengatakan saya aneh, lain, Asing. Karena mungkin saya mencoba berlari. Sesekali saya jatuh. Terluka, namun cepat-cepat saya mengobatinya karena saya harus kembali berlari. Jika tidak, saya pasti akan dikalahkan oleh waktu.

Ketika kita berjalan tentu saja kita membutuhkan tenaga apatahlagi berlari. Maka saya terbiasa mengumpulkan tenaga dan bekal untuk berlari dengan ILMU. Jika tidak. Saya bisa saja berlari di jalan yang salah, walaupun mungkin jalan itu terlihat mulus. Maka bahan bakar untuk terus melanjutkan langkah panjang menuju taman abadi itu adalah ILMU.


Taman kecil di depan rumah rahmah…terimakasih karena pagi menjelang siang ini saya teringat akan taman abadi. Taman Firdaus.
Wallahu a’lam

Soppeng, 30 April 2009

0 comments: