08 October 2012

Move On GirL...



Pada setiap kuncup yang mekar selalu ada kisah menarik yang membersamainya. Ada kesabaran untuk sekedar menungguinya, di balik dedaunan selalu ada nama yang memegang tempayan air, menyiraminya... lalu... berbungalah....
                              
Ada seorang gadis SMP, doyan baca majalah remaja dan  ingin jadi model. Tapi sayang ia kurang cantik dan tinggi, niat jadi model  di gugurkan!

Hai, perkenalkan nama saya Sarah (sebut saja begitu)  
Saya merupakan anak yang cukup prestatif dan aktif. Sejak di bangku taman kanak-kanak saya sering mengikuti berbagai perlombaan. Di bangku sekolah dasar saya bergabung dalam salah satu sanggar tari daerah, sanggar ini membawa saya dari satu pentas ke pentas lainnya sampai kemudian saya beberapa kali masuk tv.

                Di SMP, saya dan beberapa teman kelas bersepakat untuk membuat satu geng. “Hei, lo gak gaul kalo’ gak punya geng cuy”, begitulah  syarat dikatakan gaul saat itu. Jadilah kami anak gaul tapi tetap berprestasi, karena rangking 1 – 5 hanya bergilir pada teman-teman geng saya saja. Geng yang bergengsi di kelas!

                Saya sangat senang membaca beberapa majalah gaul dan fashion, saya sedikit “fashionable” kala itu. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki saya  selalu berusaha mengikuti tren biar dibilang keren. Jika libur tiba, saya biasanya nongkrong bersama teman-teman di Mall, atau bermain rollerblade di sekitar Fort Rotterdam.

                Sampai kemudian teman-teman sudah mulai memiliki gebetan sedangkan saya belum ada sama sekali. Seingat ku waktu itu, ada yang naksir sih, tapi alhamdulilah memang dari dulu saya tak begitu senang dengan hal-hal yang berbau pacaran. “Ga Guna’”.

                Memasuki tahun ke dua di dunia putih biru, saya dan kedua kakak saya bergabung dalam satu grup marching band yang cukup terkenal waktu itu. posisi saya adalah seorang colorguardawalnya saya rajin dan cukup mampu mengikuti koreo yang diberikan, apalagi sebelumnya saya pernah masuk sanggar, namun entah kenapa pada saat mendekati kejuaraan di jakarta saya kemudian mulai agak sulit untuk mengikuti setiap koreo yang diberikan. Saya pun langganan kena marah oleh pelatih. Namun saya pantang menyerah, saya terus saja berlatih. Disaat semua teman-teman break, saya memilih untuk mengambil bendera saya dan mulai kembali berlatih. namun hasilnya nihil. Saya masih belum bisa melempar tongkat dengan sempurna.

Karena terus-terusan di marahi, saya sakit hati dan memilih untuk keluar dari grup tersebut. Waktu itu saya sangat sedih, karena kesempatan untuk menginjak kota jakarta pupus sudah! Saya pasrah dan berjanji tidak akan kembali ke tempat itu lagi. Huh..! (untunglah waktu itu sy tak becus jadi colorguard, jika tidak entah sy sekarang jadi apa!)

                Suatu waktu, saat jam istirahat saya duduk-duduk di depan kelas bersama teman-teman. Saat itu ada seorang adik kelas yang mengenakan jilbab  lewat di depan kami, sontak teman saya berkata “sarah, adik kelas kita sudah berjilbab, kapan kamu mau?”, saya pun menjawab penuh sinis “hmm, saya belum siap. entar deh kalau sudah menikah, baru saya berjilbab” sebenarnya saya mau bilang  "gak ah! nanti gak ada yang naksir sama saya coz rambut dan semuanya saya  gak keliatan (nah loh!), saya juga belum siap untuk menanggalkan semua apa yang saya miliki. Mulai dari baju-baju saya yang fashionable, celana jeans yang brandeddst. Ahhh, saya belum siap pokoknyaaa!" 



                Di fikiran saya, berjilbab itu kampungan dan kuno. Apalagi melihat adik kelas saya yang baju-bajunya longgar  dan jilbabnya yang persis kayak anak pesantren kampung!!!. Intinya gak gaya’!


                Sampai suatu waktu saat liburan sekolah, saya ke sebuah pesantren. Subhanallah, pemandangan pesantren tersebu sangat indah dan tenang. Saya baru menemukan tempat seindah itu. namun ada yang lebih indah daripada hanya sekedar pemandangan alam, yaitu keindahan akhlak dari para santrinya.  Saya jatuh hati. Jatuh pada akhlak dan keanggunan mereka. Jilbab mereka menjuntai ke bawah, busana mereka jauh dari fashionable namun entah mengapa mereka begitu memesona saya. Mungkin karena balutan kain panjang tersebut juga di hiasi dengan perangai yang indah. Sungguh memesona.

                Ketika saya berkenalan dengan salah satu muslimah di tempat tersebut, dia langsung menyalami dan memeluk saya erat. Jujur, saya tidak pernah di perlakukan seperti itu. Bahkan oleh teman dekat saya pun. Sangat Hangat!,,, Selama ini, yang saya tahu hanyalah kompetisi, berlomba untuk menjadi juara kelas, memoles diri agar di liat keren dan berbagai kompetisi keduniaan lainnya. Namun, berada di sini, berada di sekitar orang-orang anggun ini, saya begitu merasakan kesejukan. Seperti ada air yang menyejukkan hati saya yang gersang.

                Ada lagi dari mereka yang memegang al-Qura’an menghadap ke danau. Entah apa yang di pikirkannya, adakah mereka merasakan keindahan syurga? maka saya ingin  sepeti mereka. Keanggunan akhlak mereka kemudian menghipnotis saya. Bunga-bunga keimanan yang selama ini layu mulai mekar di hati saya. Bahasa yang berilmu dengan tutur kata yang lembut membuat saya jatuh cinta, sekali lagi saya jatuh cinta. Adakah mereka berbeda dengan saya? Rupanya tidak. Saya juga beragama islam, berarti saya juga bisa seperti mereka dong!

                Sejak saat itu saya terus merenung, bahwa betapa mereka terlihat lebih berwibawa dan mahal. Tidak seperti perempuan-perempuan di luar sana yang bebas memamerkan rambutnya. Tidak ganjen untuk tebar pesona bagi laki-laki yang bukan mahramnya. Gonta-ganti pacar semaunya. Saya lalu berifikir, alangkah murahnya diri saya selama ini. Walaupun masih SMP, tapi saya ini sudah baligh,, coba bayangkan, sudah berapa ribu pasang mata yang melihat betis, tangan, dan rambut saya secara gratis? Gila’, ini tidak bisa diteruskan, saya ini bukan barang gratisaaaan. Waliyadzubillah. Saya menangis dalam diam.

Kakak saya lalu memberikan sebuah buku saku yang berjudul “101 alasan mengapa saya berjilbab”. Buku tersebut kemudian semakin menguatkan tekad yang muncul dalam hati saya. Saya ingin berubah, melangkah menuju kebaikan.!

Saatnya Move on

Saya Kemudian menyampaikan keinginan untuk menutup aurat kepada orang tua saya. Mereka sangat kaget dan awalnya menolak karena waktu itu saya sudah kelas 3 SMP dan mereka takut suatu hari saya akan melepaskannya, (tau lah anaknya seperti apa! -_-') Mereka menyarankan agar pas masuk SMU saja, “sayang bajunya” kata mereka. Tetapi saya tidak patah arang, saya berusaha memahamkan mereka. Saya hanya bilang bagaimana jika saya mati tapi belum menutup aurat, saya takut dibakar api neraka!. Hanya itu argumentasi polos saya, karena memang saya belum punya banyak ilmu, dan memang hanya itu yang saya rasakan. Ketakutan akan kematian di usia muda.

Alhamdulillah, bapak dan ibu akhirnya mengerti dan mempersilahkan saya untuk berjilbab. Saya langsung mengenakan jilbab syar’i, sampai kakak saya memberikan saran agar cukup mengenakan yang pendek saja sebagai permulaan, namun saya tetap tidak mau dan ingin menggunakan jilbab sesuai syari’at, apalagi saya sudah tahu ilmunya tentang syarat jilbab wanita muslimah yang shahih.

Liburan usai. Hari pertama masuk sekolah saya mengenakan jilbab. Teman-teman saya kaget bukan kepalang. Bahkan ada dari mereka yang meneriaki saya sambil berkata “woi, mimpi apa semalam?” subhanallah, saya hanya tersenyum. Namun alhamdulillah, banyak dari guru-guru saya yang mensupport perubahan drastis saya. Drastis, yang tadinya menganggap jilbab itu kuno, tidak gaul dan kampungKini berbalik saya yang mengenakannya.

Jilbab yang saya gunakan akhirnya menjadi motivasi saya dalam memperdalam ilmu agama. Memasuki dunia putih abu-abu, jilbab saya semakin panjang. Alhamdulillah saat itu saya dipertemukan dengan seorang teman yang kakakknya merupakan aktivis dakwah. Maka diajaknya lah saya untuk mengikuti kajian jumat di salah satu satu SMU swasta. Waktu itu sekolah saya tidak memperkenankan adanya kegiatan keislaman dari pihak luar. Saya pun mulia intens mengikuti kajian tersebut, sampai kemudian saya diajak untuk masuk ke halaqah tarbiyah. Alhamdulilah betapa senangnya bisa lebih memahami apa yang sekarang saya gunakan.

Saya menemukan banyak teman yang luar biasa. Saya tidak lagi berada pada lingkungan yang hanya membicarakan masalah gaya, gaul, dan fun. Tetapi,,, saya berada di sebuah lingkungan yang berkualitas, yang memiliki taste of Rabbaniyyah yang membentuk saya menjadi orang yang lebih baik dan  berkarakter. Saya tidak perlu pusing lagi seperti remaja-remaja lainnya -yang katanya- "mencari jati diri", karena saya sudah menemukannya,..disini!

Saya bersyukur sedalam-dalamya kepada Allah, karena diberikan jalan untuk segera move on dari kegelapan menuju cahaya "minadzdzulumati 'ilannur". Saya bersyukur akan penjagaan Allah. Sampai disini, secara bertahap saya ingin terus belajar dan berusaha untuk menghiasi diri saya dengan keihklasan, 'ilmu dan akhlak yang baik. yaah, akhlak! akhlak adalah bagian dari sebuah cara untuk mengkomunikasikan kepada orang lain betapa indahnya islam. Karena sungguh,,, tingkah laku lebih fasih berbicara daripada mulut. Semoga.  

“Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, melainkan pasti Allah akan menggantikan dengan sesuatu yang lebih baik bagimu.”
 (HR. Ahmad)


*Kisah ini juga di muat pada salah satu Buletin Remaja di Kota Makassar. -Semoga Bermanfaat-

2 comments:

My ExpeRienCe said...

beautiful story..^^
jika ini adalah pengalaman pribadi menemukan jati diri yg sesungguhnya... sy menyarankan untuk d tulis dalam sebuah buku... saat ini http://muhammadassad.wordpress.com/ sedang menggarap sebuah buku yang berjudul 99 Hijab Stories: Second Chance to Send Your Stories

Inspiring Story

My ExpeRienCe said...
This comment has been removed by the author.